Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% kembali menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Kenaikan ini dianggap sebagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi dan tantangan ekonomi global.
Pernyataan "Tangan kanan memberi makan, tangan kiri mencekik mati" mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan ini. Di satu sisi, pemerintah memberikan berbagai bantuan sosial, namun di sisi lain, rakyat dibebani kenaikan pajak yang secara langsung akan meningkatkan harga barang dan jasa. Hal ini menciptakan paradoks yang memperburuk kondisi masyarakat, terutama bagi golongan menengah ke bawah.
Dampak Kenaikan PPN
1. Beban Konsumen Meningkat
Kenaikan PPN akan menyebabkan harga barang kebutuhan sehari-hari naik. Barang-barang pokok yang sering dikonsumsi masyarakat, meskipun beberapa di antaranya mungkin dikecualikan dari PPN, tetap akan terdampak secara tidak langsung melalui rantai distribusi yang lebih mahal.
2. Pelemahan Daya Beli
Ketika harga barang naik, daya beli masyarakat menurun. Hal ini sangat dirasakan oleh golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang sudah kesulitan mencukupi kebutuhan harian
3. Tekanan pada UMKM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, juga akan terdampak. Kenaikan PPN dapat mengurangi minat masyarakat untuk membeli produk-produk mereka, sekaligus menambah beban operasional.
Argumen Menolak Kenaikan PPN
1. Waktu yang Tidak Tepat
Saat ini, masyarakat masih dalam tahap pemulihan ekonomi. Kenaikan PPN hanya akan memperlambat proses pemulihan tersebut.
2. Meningkatkan Ketimpangan Sosial
Pajak seperti PPN bersifat regresif, artinya lebih memberatkan masyarakat miskin karena mereka menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pokok.
3. Alternatif Pendapatan Negara
Pemerintah seharusnya mencari sumber pendapatan lain yang lebih adil, seperti pajak kekayaan atau mengoptimalkan pendapatan dari sektor tambang dan sumber daya alam.
Sebagai alternatif, pemerintah bisa mempertimbangkan:
1. Peningkatan Efisiensi Anggaran
Mengurangi pemborosan anggaran negara dan menutup kebocoran dana di berbagai sektor.
2. Pajak Progresif
Fokus pada pengenaan pajak kepada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi atau pemilik kekayaan besar.
3. Optimalisasi BUMN
Memaksimalkan potensi pendapatan negara melalui pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara lebih transparan dan efisien.
Kenaikan PPN menjadi 12% bukanlah solusi yang bijaksana, terutama ketika mayoritas rakyat Indonesia sedang berjuang menghadapi tantangan ekonomi. Alih-alih meringankan beban rakyat, kebijakan ini justru menciptakan beban tambahan yang semakin menekan kehidupan masyarakat kecil. Pemer
0 Komentar